Nasib IHSG di Tangan Rupiah
Saat ini semua mata sedang tertuju kepada mata uang Rupiah, kenapa?..karena saat ini rupiah telah bergerak menembus batas psikologisnya di harga 14.000, dan pada perdagangan jumat kemarin rupiah ditutup melemah di harga 14.152,-.
Pelemahan rupiah ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
1. Faktor eksternal
- Agresifitas The Fed dalam menaikkan tingkat suku bunganya (ekspektasi 4x tahun 2018 ini)
- Yield Surat Utang AS tenor 10 tahun yang sekarang menyentuh level 3.84%
- Menguatnya indeks dollar AS
2. Faktor Internal
- Defisit Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Kuartal I 2018 sebesar US$ 5.5 miliar
- Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Kuartal I 2018 sebesar US$ 3.9 miliar
- Defisit Neraca Dagang April 2018 sebesar US$ 1.63 Miliar di atas
- Outflow dana asing di IHSG dan terus turunnya minat asing untuk berinvestasi di surat utang pemerintah.
Apabila kita melihat fenomena saat ini sepertinya hampir mirip dengan kejadian di tahun 2013, hanya saja pada saat tahun 2013 lalu gejolak rupiah disebabkan efek "TAPER TANTRUM" kebijakan moneter AS, pada tahun 2013 berkali kali The Fed mengumumkan akan menaikkan suku bunganya, tetapi kenaikan itu tidak kunjung dilakukan hal ini menyebabkan ketidakpastian dan kekhawatiran di pasar global sehingga kurs mata uang khususnya negara-negara emerging market langsung anjlok. Lain halnya dengan yang terjadi tahun 2018 ini, di tahun ini The Fed malah terlihat akan lebih agresif menaikan tingkat suku bunganya di tahun 2018 ini, walaupun tahun ini AS baru sekali menaikan suku bunganya tetapi The Fed masih membuka ruang kenaikan 3x lagi di tahun ini hal ini langsung membuat dollar perkasa terhadap sekeranjang mata uang dunia termasuk rupiah yang ikut melemah terkena dampak penguatan dollar AS ini.
Yang menariknya lagi di tahun 2013 Bank Indonesia merespon dengan sangat cepat pelemahan rupiah ini, Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunganya dengan sangat agresif untuk melawan penguatan dollar AS, berikut historis kenaikan BI Rate tahun 2013 :
1. Tanggal 12 Juni 2013 BI Rate 5.75% > 6%
2. Tanggal 11 Juli 2013 BI Rate 6.00% > 6,5%
3. Tanggal 29 Agustus 2013 BI Rate 6.50% > 7.00%
4. Tanggal 12 September 2013 BI Rate 7.00% > 7.25%
5. Tanggal 12 November 2013 BI Rate 7.25% > 7.50%
Tingkat inflasi tahun 2013 sebesar 6.96% dan inflasi tertinggi terjadi di bulan Agustus 2013 sebesar 8.79%.
Sedangkan di tahun 2013 AS tidak jadi/sama sekali tidak menaikkan suku bunganya, sedangkan BI secara agresif 5x menaikkan suku bunganya dan hebatnya lagi ternyata rupiah tetap saja melemah walaupun BI telah menaikkan suku bunganya dengan agresif.
Fenomena ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di tahun 2015, di tahun 2015 rupiah kembali bergejolak tetapi pada saat itu BI malah menurunkan suku bunganya di tanggal 17 Februari 2015 dari 7.75% menjadi 7.50% dan menahannya sampai akhir tahun 2015 walaupun di tahun ini rupiah melemah cukup dalam. Tahun 2015 tingkat inflasi sebesar 6.38% dan inflasi tertinggi terjadi di bulan Juni sebesar 7.26%.
Saat ini BI telah menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 25 bps dari 4.25% menjadi 4.5% dan ternyata tetap saja rupiah melemah cukup dalam setelah BI menaikkan tingkat suku bunganya, perlu di ingat saat ini tingkat inflasi hanya berada di kisaran 3% saja berbeda dengan tahun 2013 dan tahun 2015.
Dan apakah hubungannya dengan IHSG ?....
Berikut penulis tampilkan grafik pergerakan Rupiah dan IHSG
Grafik USD/IDR
Grafik IHSG
Apabila melihat grafik pergerakan Rupiah di tahun 2013 dan tahun 2015 pada saat yang sama juga terlihat IHSG ikut melemah tetapi berbeda dengan Rupiah IHSG selalu berhasil bangkit kembali, jadi jika kita melihat historis pergerakan IHSG VS Rupiah saat ini terlihat masih ada potensi penurunan IHSG dengan Support terkuatnya di kisaran area 5.400 tetapi penulis mempunyai keyakinan IHSG akan bangkit kembali dan melanjutkan trend naiknya di topang oleh kondisi fundamental Indonesia yang sangat kokoh, penulis yakin kreatifitas pemerintahan saat ini dengan berbagai pembangunan infrastruktur, kemudahan ijin usaha, stimulus fiskal, dan program-program lainnya yang semuanya memberikan dukungan penuh terhadap dunia usaha dan industri, IHSG akan terus dan terus mencapai new highnya.
Demikian artikel kali ini semoga bermanfaat.
Pelemahan rupiah ini disebabkan oleh 2 faktor yaitu :
1. Faktor eksternal
- Agresifitas The Fed dalam menaikkan tingkat suku bunganya (ekspektasi 4x tahun 2018 ini)
- Yield Surat Utang AS tenor 10 tahun yang sekarang menyentuh level 3.84%
- Menguatnya indeks dollar AS
2. Faktor Internal
- Defisit Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Kuartal I 2018 sebesar US$ 5.5 miliar
- Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Kuartal I 2018 sebesar US$ 3.9 miliar
- Defisit Neraca Dagang April 2018 sebesar US$ 1.63 Miliar di atas
- Outflow dana asing di IHSG dan terus turunnya minat asing untuk berinvestasi di surat utang pemerintah.
Apabila kita melihat fenomena saat ini sepertinya hampir mirip dengan kejadian di tahun 2013, hanya saja pada saat tahun 2013 lalu gejolak rupiah disebabkan efek "TAPER TANTRUM" kebijakan moneter AS, pada tahun 2013 berkali kali The Fed mengumumkan akan menaikkan suku bunganya, tetapi kenaikan itu tidak kunjung dilakukan hal ini menyebabkan ketidakpastian dan kekhawatiran di pasar global sehingga kurs mata uang khususnya negara-negara emerging market langsung anjlok. Lain halnya dengan yang terjadi tahun 2018 ini, di tahun ini The Fed malah terlihat akan lebih agresif menaikan tingkat suku bunganya di tahun 2018 ini, walaupun tahun ini AS baru sekali menaikan suku bunganya tetapi The Fed masih membuka ruang kenaikan 3x lagi di tahun ini hal ini langsung membuat dollar perkasa terhadap sekeranjang mata uang dunia termasuk rupiah yang ikut melemah terkena dampak penguatan dollar AS ini.
Yang menariknya lagi di tahun 2013 Bank Indonesia merespon dengan sangat cepat pelemahan rupiah ini, Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunganya dengan sangat agresif untuk melawan penguatan dollar AS, berikut historis kenaikan BI Rate tahun 2013 :
1. Tanggal 12 Juni 2013 BI Rate 5.75% > 6%
2. Tanggal 11 Juli 2013 BI Rate 6.00% > 6,5%
3. Tanggal 29 Agustus 2013 BI Rate 6.50% > 7.00%
4. Tanggal 12 September 2013 BI Rate 7.00% > 7.25%
5. Tanggal 12 November 2013 BI Rate 7.25% > 7.50%
Tingkat inflasi tahun 2013 sebesar 6.96% dan inflasi tertinggi terjadi di bulan Agustus 2013 sebesar 8.79%.
Sedangkan di tahun 2013 AS tidak jadi/sama sekali tidak menaikkan suku bunganya, sedangkan BI secara agresif 5x menaikkan suku bunganya dan hebatnya lagi ternyata rupiah tetap saja melemah walaupun BI telah menaikkan suku bunganya dengan agresif.
Fenomena ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di tahun 2015, di tahun 2015 rupiah kembali bergejolak tetapi pada saat itu BI malah menurunkan suku bunganya di tanggal 17 Februari 2015 dari 7.75% menjadi 7.50% dan menahannya sampai akhir tahun 2015 walaupun di tahun ini rupiah melemah cukup dalam. Tahun 2015 tingkat inflasi sebesar 6.38% dan inflasi tertinggi terjadi di bulan Juni sebesar 7.26%.
Saat ini BI telah menaikkan tingkat suku bunganya sebanyak 25 bps dari 4.25% menjadi 4.5% dan ternyata tetap saja rupiah melemah cukup dalam setelah BI menaikkan tingkat suku bunganya, perlu di ingat saat ini tingkat inflasi hanya berada di kisaran 3% saja berbeda dengan tahun 2013 dan tahun 2015.
Dan apakah hubungannya dengan IHSG ?....
Berikut penulis tampilkan grafik pergerakan Rupiah dan IHSG
Grafik USD/IDR
Grafik IHSG
Apabila melihat grafik pergerakan Rupiah di tahun 2013 dan tahun 2015 pada saat yang sama juga terlihat IHSG ikut melemah tetapi berbeda dengan Rupiah IHSG selalu berhasil bangkit kembali, jadi jika kita melihat historis pergerakan IHSG VS Rupiah saat ini terlihat masih ada potensi penurunan IHSG dengan Support terkuatnya di kisaran area 5.400 tetapi penulis mempunyai keyakinan IHSG akan bangkit kembali dan melanjutkan trend naiknya di topang oleh kondisi fundamental Indonesia yang sangat kokoh, penulis yakin kreatifitas pemerintahan saat ini dengan berbagai pembangunan infrastruktur, kemudahan ijin usaha, stimulus fiskal, dan program-program lainnya yang semuanya memberikan dukungan penuh terhadap dunia usaha dan industri, IHSG akan terus dan terus mencapai new highnya.
Demikian artikel kali ini semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar